Rabu, 07 Januari 2009

Metode Pembelajaran Metematika di sekolah Luar Biasa Tunarungu Melalui Alat Peraga Untuk Peningkatan Hasil Belajar Siswa

  1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan selalu berhubungan dengan tema – tema kemanusian. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam rangka membebaskan manusia dari segala persoalan hidup yang dihadapi. Hal ini dikarenakan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan sangat dirasa penting untuk menunjang kebutuhan manusia dalam menghadapi persoalan hidup.

Tema besar tentang pendidikan dan kemanusian di Indonesia dijabarkan dalam fungsi pendidikan nasional. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Pendidikan nasioanl bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap, dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan tersebut maka setiap warga negara memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan. Seperti tertuang dalam UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 1 bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini suatu satuan pendidikan yang diselenggarakan tidak membedakan jenis kelamin, suku, ras, kedudukan sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan tidak terkecuali juga para penyandang cacat. Khusus bagi para penyandang cacat juga disebutkan dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 2 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Pendidikan khusus yang dimaksud adalah pendidikan luar biasa

Pendidikan luar biasa, seperti yang termuat dalam Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 50: menjelaskan bahwa pendidikan diarahkan pada pengembangan sikap dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kemampuan mental, dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal. Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membekali siswa berkebutuhan khusus untuk dapat berperan aktif didalam masyarakat. Dalam PP No. 72 tahun 1991 dijelaskan bahwa :

Pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal-balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan (www.theceli.com/dokumen/produk/pp/1991/72-1991.html).

Dalam penyelengaran pendidikan luar biasa, Direktorat Pembinaan Pendidikan Luar Biasa mengklasifikasikan pendidikan kedalam lima bidang, yaitu:


    1. SLB/A, untuk para tunanetra (buta)

    2. SLB/B, untuk para tunarungu – wicara (tuli-bisu)

    3. SLB/C, untuk para tunagrahita (cacat mental)

    4. SLB/D, untuk para tunadaksa (cacat tubuh)

    5. SLB/E, untuk para tunalaras (kenakalan anak – anak)

Berdasarkan pada kepentingan penelitian yang mencoba membuat hubungan antara anak – anak tunarungu, pelajaran matematika, alat peraga, dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika, maka uraian ini akan difokuskan pada keterkaitan ketiga hal tersebut.

Dalam masalah transfer of knowledge, penyandang tunarungu mempunyai alat bahasa dan baca bibir dengan melihat sehingga anak tunarungu dapat mengerti yang disampaikan oleh guru saat pembelajaran.

Tunarungu adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kecacatan pada indra pendengaran. Dipandang dari kecerdasan yang dimilki anak tunarungu sebenarnya tidak berbeda dengan anak normal. Hal ini disebabkan anak tunarungu ada yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata – rata (superior), rata - rata (average), maupun dibawah rata – rata (subnormal). Namun, untuk menggambarkan secara rill keragaman anak tunarungu seringkali mengalami kesulitan.

Pusat Study Demografi Universitas Gallaudet di Amerika, berdasarkan hasil kajian yang setiap tahun menyelenggarakan tes prestasi Stanford bagi anak tunarungu dapat disimpulkan bahwa anak tunarungu berusia 10 tahun memilki kemampuan setingkat dengan anak kelas II dalam membaca dan berhitung. Sedangkan anak tuna rungu berusia 17 tahun memiliki kemempuan setingkat dengan anak kelas IV dalam hal berhitung (Gentile,1972).

Berdasarkan tujuan pendidikan, secara terinci tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut (Mohammad Efendi, 2006 : 59 – 60) :

  1. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20 – 30 dB (slight losses). Untuk kepentingan pendidikan pada anak tunarungu kelompok ini cukup hanya memerlukan latihan membaca bibir untuk pemahaman.

  2. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30 – 40 dB (mild losses). Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara artikulasi, serta latihan kosakata.

  3. Anak tunarungu yang kehilangan pendegarannya antara 40 – 60 dB (moderet losses). Kebutuhan layanan pendidikan untuk kelompok anak tunarungu ini meliputi artikulasi, latihan membaca bibir, latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bantu dengar untuk membantu ketajaman pendengaran.

  4. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60 – 75 dB (severelosses). Kebutuhan pendidikan kelompok anak tunarungu ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca bibir, dan latihan pembentukan kosakata.

  5. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB keatas (profoundly losses). Kebutuhan layanan pendidikan anak tunarungu kelompok ini meliputi membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran, latihan membentuk dan membaca ujaran dengan menggunakan pengajaran khusus, seperti tactile kinesthetic, visualisasi yang dibantu dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa.

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa anak – anak tunarungu mengalami masalah dalam hal pendegaran dan kecerdasan. Fungsi kerja pada indra pendengaran anak tunarungu mengalami kesulitan dalam proses transfer of knowledge. Hal ini berlaku bagi seluruh mata pelajaran, tidak terkecuali pelajaran matematika.

Permasalahan yang dialami oleh sekolah – sekolah umum tentunya pembelajaran matematika kepada siswanya, tentunya juga dialami oleh sekolah luar biasa. Bahkan permasalahan pembelajaran matematika di sekolah luar biasa lebih komplek. Melihat dari latar belakang anak tunarungu yang sangat kekurangan kosakata dalam berkomunikasi, seorang guru luar biasa dalam penyampaian materi harus secara jelas dan konsiten dalam penggunaan kasakata dalam menyampaikan materi. Hal ini dikarnakan anak tunarungu respon terhadap bunyi sangat kurang. Sehingga, media pembelajaran bagi anak tunarungu harus sesuai dengan ciri tunarungu, alat peraga matematika adalah suatu media yang tepat dalam pembelajaran matematika untuk anak tunarungu karena pelajaran matematika tidak hanya membutuhkan fungsi otak saja, akan tetapi matematika pelajaran yang abstrak.

Saat kegiatan belajar – mengajar matematika alat peraga merupakan suatu bagian yang disatukan dari penyajian pelajaran, yang memberikan sumbangan unik untuk mencapai tujuan pelajaran secara umum. Alat – alat peraga ini dapat menghasilkan atau mendekati realitas, dapat mengganti kata – kata yang merupakan lambang tidak sempurna. Alat – alat ini dapat mudah membantu meningkatkan dan merangsang minat dari sebuah kelas yang apatis. Alat – alat peraga ini mempunyai hubungan nilai hiburan dan alat – alat peraga tersebut tidak memperkecil arti pokok pelajarannya, tetapi justru membantu memperjelas.

Tujuan utama penggunaan alat peraga adalah agar konsep – konsep dan ide dalam metematika yang sifatnya abstrak dapat dikaji, dipahami, dan dicapai oleh penalaran siswa, terutama siswa yang masih memerlukan bantuan alat yang sifatnya nyata, terlihat dengan jelas dalam menangkap ide atau konsep yang diajarkan. Setiap alat peraga yang digunakan oleh guru matematika dalam proses pengajarannya harus berdasarkan tujuan intruksional yang telah disusun. Artinya tujuan itulah yang menentukan alat peraga karena materi yang disajikan didasarkan pada tujuan yang ingin dicapai, maka dengan sendirinya alat peraga tersebut harus mengandung ide – ide atau konsep – konsep yang terkandung dalam materi tersebut.


  1. Fokus Permasalahan dan Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, fokus permasalahan penelitian ini yaitu :

  1. Bagaimana metode guru matematika SPLB-B YRTRW dalam menyampiakan pembelajaran matematika pada anak tunarungu ?

  2. Adakah peningkatan hasil belajar matematika setelah pembelajaran metematika dengan alat peraga ?


  1. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukan penelitian ini adakah :

  1. Mendiskripsikan metode pembelajaran guru matematika SPLB-B YRTRW dalam menyampikan materi dengan menggunakan alat peraga.

  2. Mengidentifikasi hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika dengan metode pembelajaran matematika melalui alat peraga.


  1. Manfaat Penelitian

Sebagai studi ilmiah, penelitian ini memberikan sumbangan metode pembelajaran utamanya kepada pendidikan matematika. Sebagai studi pendidikan matematika yang aplikatif, studi ini memberikan sumbangan substansial kepada lembaga pendidikan formal maupun para guru atau calon guru, khususnya pada sekolah luar biasa berupa metode pembelajaran.

      1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini memberikan sumbangan kepada bidang pendidikan matematika, terutama pada layanan pembelajaran matematika di sekolah luar biasa tunarungu. Sehingga bersama model lain, penelitian ini memperkaya metode pembelajaran matematika.



      1. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini memberikan sumbangan kepada sekolah luar biasa tunarungu berserta guru dan calon guru matematikanya. Sekolah dapat memanfaatkan hasil penelitian ini untuk mengembangkan kopetensi para guru atau calon guru matematika dibidang pembelajaran. Bagi para guru atau calon guru matematika, metode produk penelitian ini dapat digunakan untuk penyelenggaraan layanan pembelajaran matematika dan proses perencanaan metode dapat diaplikasikan untuk mengembangkan metode pembelajaran matematika lebih lanjut.


  1. Definisi Operasional Istilah

Untuk menghindari kesalahan persepsi dan interpretasi dari penelitian yang berjudul “Metode Pembelajaran Matematika di Sekolah Luar Biasa Tunarungu (SLB/B) Melalui Alat Peraga Untuk Peningkatan Hasil Belajar Matematika Siswa”. Maka penulis merasa perlu menyertakan definisi operasional istilah dalam judul tersebut sebagai berikut :

  1. Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru, yang dalam menjalankan fungsinya merupakan alat untuk untuk mencapai tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural yaitu berisi tentang tahapan tertentu.



  1. Sekolah Luar Biasa Tunarungu (SLB/B)

Sekolah luar biasa dalam penelitian ini dibatasi pada bidang tunarungu. Sekolah luar biasa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 1991 merupakan sekolah khusus yang diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental cacat. Tunarungu adalah seorang individu yang memiliki aspek–aspek psikologis, sosial, dan kultural yang berbeda – beda secara individual sama halnya seperti individu yang bukan tunarungu (Kamus Besar Bahasa Indonesia selanjutnya disingkat KBBI, 1992: 124). Tunarungu adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan fungsi pendengaran. SLB bagian B adalah sekolah laur biasa yang khusus untuk anak – anak tunarungu.

  1. Alat Peraga

Alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri – ciri dari konsep yang dipelajari (Estiningsih, : 1994). Menurut TIM FKIP-UMS (2004 : 32) Alat peraga adalah semua alat bantu proses pendidikan dan pengajaran yang dapat berupa benda atau perbuatan dari yang kongkrit sampai dengan yang abstrak yang dapat mempermudah dalam pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada siswa.

Dengan bantuan alat peraga yang sesuai, siswa dapat memahami ide – ide dasar yang melandasi sebuah konsep mengetahui cara membuktikan suatu rumus atau teorema, dan dapat menarik suatu kesimpulan dari hasil pengamatan.

  1. Peningkatan

Pada penelitian ini yang dimaksud dengan peningkatan adalah usaha menjadikan lebih baik sesuai dengan kondisi – kondisi yang dapat diciptakan melalui pelaksanaan belajar mengajar dikelas, khususnya pada pelajaran matematika.

  1. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang relative menetap dalam diri seseorang sebagai akibat dari interaksi seseorang dengan lingkungannya. Hasil belajar memiliki beberapa ranah atau kategori dan secara umum merujuk kepada aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan.


2 komentar:

  1. terima kasih atas tulisannya, sangat membantu penyelesaian tgs akhirku ^^

    BalasHapus
  2. apa ada contoh dari alat peraganya?

    BalasHapus